4 Mar 2013

Membangun Sinergisitas Elemen Mahasiswa dari Wacana hingga Aksi



“Sampaikanlah pikiranmu. Jika ia benar, ia telah menunjukkan sebagian kenyataan. Dan jika ia salah, ia merangsang lahirnya pemikiran yang lebih benar. Baik ketika benar bahkan salah menyampaikan pikiran selalu lebih baik daripada diam sama sekali”

Makalah ini disampaikan dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh BEM UM, malang 2 agustus 2008.

1.      Mahasiswa: Agent of Change, Angent of Control
Pergerakan mahasiswa ternyata memiliki perbedaan yang cukup besar antara pada negara-negara maju dan negara dunia ketiga seperti di Indonesia ini. pada negara-negara maju peranan pergerakan mahasiswa sebagai agent of change kurang mendapatkan tempat bahkan kurang diakui. Hal tersebut karena negara-negara maju tersebut telah memiliki sistem politik yang telah terlembaga sedemikian rupa, disana telah dipisahkan secara ketat fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, di sana, dinamisasi dan pembaharuan dapat terjadi secara terlembaga dan melalui sistem yang telah matang itu sendiri. Kekuatan di luar sistem untuk melakukan penekanan, salah satunya gerakan mahasiswa semakin tidak diperlukan, kontrol masyarakat terhadap pemerintah telah diperankan dengan baik oleh pers swasta dan berbagai lembaga hak asasi ataupun organisasi-organisasi lingkungan.

Namun berbeda dengan negara-negara maju tersebut, negara-negara dunia ketiga termasuk negara kita, Indonesia, kekuatan mahasiswa barangkali masih sangat dibutuhkan dalam memajukan dan dinamisasi negara. Pada negara-negara dunia ketiga, sistem politiknya belumlah terlembaga secara kuat, sehingga seringkali terjadi banyak penyimpangan, misalnya kekuasaan birokrasi yang melampaui wewenang formal, serta wahana kontrol dan mekanisme internal sistem tersebut acapkali lumpuh. (Denny, 2006)

Nah, disinilah kemudian dibutuhkan gerakan dari luar sistem yang diharapkan akan mampu menimbulkan reformasi politik demi mencapai kemajuan. Tekanan dari luar ini dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi rakyat dan tentu saja, pergerakan mahasiswa.

Pergerakan mahasiswa selayaknya menjadi kelompok penekan dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pemerintah (penguasa), sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tetap pada koridornya dan benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat. Inilah yang dimaksud dengan mahasiswa sebagai agent of control. Namun lebih dari itu mahasiswa tentu saja dengan pergerakannya juga harus bisa menjadi katalisator perubahan politik di negara ini, dengan kata lain sebagai dinamisator alias agent of change!

Mahasiswa semestinya dapat benar-benar memerankan dirinya sebagai agent of change dan agent of control, kebijakan-kebijakan pemerintah harus dilihat dan dikritisi, latar belakang, tujuan, serta sangat penting juga pendanaannya. Tidak cukup itu tetapi secara kontinyu juga harus diawasi dan dikontrol.

Saudara, mahasiswa sampai sekarang masih dianggap yang paling idealis dan pikirannya masih jernih serta memiliki semangat yang tinggi sehingga pergerakan mahasiswa mendapatkan porsi yang cukup besar dalam rangka ikut menentukan masa depan bangsa, tinggal bagaimana mahasiswanya, MAU APA TIDAK ?!

Sebenarnya saya lebih tertarik untuk membahas hal ini kedalam sekup yang lebih khusus yaitu untuk UM sendiri. Sebenarnya hampir tidak berbeda, dalam sekup UM, mahasiswa juga memiliki dua peranan penting tersebut, kita sebagai mahasiswa juga memiliki hak untuk turut menentukan masa depan um, sebab mau-tidak mau kitalah yang akan merasakan akibat, baik-buruknya dari kebijakan yang telah diputuskan.
1.      Secuplik Sejarah Pergerakan Mahasiswa
Pada poin pertama sudah saya singgung tentang salah satu peran mahasiswa, berikut mari kita tengok secuplik sejarah tentang sepak terjang pergerakan mahasiswa dalam menjalankan fungsi-fungsinya tersebut.

Sedikit bernostalgia, saat saya masih kecil saya berfikir untuk sekolah lalu lulus trus melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi sampai akhirnya menjadi mahasiswa dan bekerja, saat itu tidak ada pikiran tentang peranan mahasiswa selain untuk belajar matakuliah, kemudian lulus dengan IP tinggi dan segera terjun kedunia kerja dan menekuni profesi. Pandangan saya yang begitu sempit tentang peran mahasiswa tersebut kemudian sedikit berubah setelah terjadi demo besar-besaran pada masa reformasi, ya, saya yang masih anak ingusanpun kemudian menjadi sedikit mengerti tentang adanya peranan lain mahasiswa selain sekedar belajar dan cepat lulus. Saat itu para mahasiswa terlihat gagah berkumpul di jalan-jalan menyuarakan reformasi, tolak KKN dan pembubaran orde baru, dan ternyata berhasil juga memaksa soeharto turun dari jabatan presiden, keren!!!

Uraian tersebut menggambarkan secuplik geliat pergerakan mahasiswa dalam perjalanan bangsa ini. Tapi apakah benar mahasiswa memiliki peranan yang begitu besar dalam menentukan masa depan bangsa, atau setidaknya diperhitungkan dalam sejaran perjalanan suatu bangsa? Jawabannya: BETUL-BETUL BENAR !

Sesungguhnya peristiwa reformasi 1998 bukan satu-satunya hadiah dari mahasiswa untuk bangsa ini, di Indonesia, mahasiswa telah berpartisipasi dalam setiap perubahan penting dalam seajarah perkembangan politik di Indonesia. Pada masa kenaikan Soeharto menjadi presiden, banyak organisasi-organisasi mahasiswa yang ikut mendukung, namun sejak 1970-an pergerakan mahasiswa telah diarahkan untuk menentang rezim orde baru. Pada akhir 1980-an, sebuah gelombang baru demonstrasi mahasiswa dimulai. Saat itu demokrasi dan pemenuhan hak-hak asasi manusia menjadi tema yang lazim bagi gerakan ‘protes’ mahasiswa tersebut. Aspinal dalam sidiq (2003) pada sebuah kajian tentang ‘pembangkangan’ mahasiswa pada tahun 1980-an di Indonesia, mengumpulkan laporan tentang 155 demonstrasi mahasiswa dalam periode 1987-1990. Dalam perkembangan selanjutnya, gerakan mahasiswa tahun 1997/1998 adalah yang paling menonjol menentang kekuasaan presiden Soeharto. Yah, kita tentunya masih ingat, saat itu bermula dari menuntut demokratisasi, penegakan HAM, penerapan reformasi total hingga berakhir pada permintaan pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden. Saat itu dari akhir 1997 sampai sekitar mei 1998, hampir setiap pekan terjadi gelombang demonstrasi dari berbagai elemen mahasiswa di berbagai kota di Indonesia. Bukan hanya sekedar demonstrasi saja, tetapi para mahasiswa tersebut juga mengadakan mimbar bebas, dialog, audiensi, petisi, seminar, dan lain-lain.

Jika kita melihat lebih awal lagi, saat bangsa ini awal terbentuk, atau bahkan sebelum itu, rupanya mahasiswa telah memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan bangsa. Pada masa sebelum kemerdekaan dan awal-awal kemerdekaan, pergerakan mahasiswa/pelajar telah menjadi pemantik semangat kebangkitan bangsa. Dari dahulu sampai sekarang mahasiswa telah menjadi salah satu komonen penting dalam sejararah perkembangan bangsa.

Namun ada perbedaan yang cukup signifikan antara gerakan mahasiswa jaman dahulu dengan sekarang, Denny JA dalam bukunya yang berjudul Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an menjelaskan perbedaan tersebut terlihat pada beberapa aspek, yaitu:

Orientasi gerakan, orientasi mahasiswa dulu adalah gugatan ke struktur kekuasaan, kini orientasinya adalah pembentukan opini politik masyarakat luas. Format dulu adalah kebanyakan aksi massa, sekarang tidak sekedar aksi massa tetapi juga aksi informasi.

Tipe gerakan , tipe gerakan mahasiswa dahulu adalah gerakan politik praktis, kini tipenya adalah gerakan penyadaran dibidang sosial politik. Kultur yang mendukung gerakan mahasiswa dulu adalah suhu politik yang tinggi yang ditandai dengan krisis sistem politik, kini kulturnya adalah suhu akademis yang tinggi yang ditopang dengan terintegrasinya sistem politik, sehingga untuk kepolitik-praktisannya berkurang.

Organisasi, organisasi yang menjadi wadah mahasiswa dulu adalah organisasi massa dengan metode mobilisasi massa, kini organisasinya adalah kelompok-kelompok kecil dengan metode mobilisasi ide dan persepsi politik.

Bagus sekali bukan, uraian Denny JA ini menggambarkan suatu perubahan orientasi pergerakan mahasiswa, namun kita juga perlu melihat kondisinya sekarang, apakah benar demikian atau seperti apa? (terus baca tulisan ini, ok)
1.      Fenomena dikotomi peran mahasiswa dalam tinjauan normatif dan relevansinya dalam membangun kampus yang lebih kondusif terhadap gerakan mahasiswa


Ok Saudara, ada satu hal penting yang sengaja baru saya angkat pada topik yang ketiga ini, yaitu keputusan DIKTI tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus.

Kekuatan pergerakan mahasiswa sampai tahun 70-an telah menjelma menjadi suatu kekuatan politik yang kemudian memiliki pengaruh yang cukup besar. Hal ini yang kemudian menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah pada saat itu, sampai muncullah SK 028/U/1974 tentang NKK/BKK yaitu Normalisasi Kehidupan Kampus atau Badan Koordinasi Kemahasiswaan, sebagai pembaharuan gerakan mahasiswa agar lebih sesuai dengan nama dan statusnya yaitu mahasiswa.

Namun ada satu catatan penting disini, yaitu tidak adanya evaluasi setelah penerapan NKK/BKK ini, hal ini memungkinkan adanya penyimpangan/disorientasi kebijakan tersebut terutama jika dihadapkan pada kondisi riil mahasiswa sekarang ini.

Saudara, ada 3 tahap yang harus dilewati dalam suatu proses perubahan yang disengaja, pertama, diterapkan orientasi nilai baru tetapi masih dipandang melalui kerangka orientasi nilai lama, pada tahap ini terjadi penghancuran infrastruktur orientasi nilai lama. Kedua, orientasi nilai lama sudah hancur, akan tetapi orientasi nilai baru belum kuat, atau bahkan masih dirasakan baru, inilah masa transisi yang kemudian harus dikawal secara ketat dan diawasi supaya tidak sampai menyimpang, sebab jika sampai menyimpang maka memungkinkan akan menghasilkan sesuatu yang baru yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga, orientasi nilai lama telah hancur, orientasi nilai baru diterima sehingga terjadilah integrasi dimana orientasi nilai baru mengakar dan dihayati.

Nah, kenyataan yang terjadi di pergerakan mahasiswa sekarang adalah tahap yang kedua. Infrastruktur orientasi nilai lama dalam hal ini politik praktis telah hancur dengan adanya NKK/BKK, akan tetapi orientasi nilai baru, yaitu tentang keilmuan/akademik yang sesungguhnya, belum bisa dihayati pada kalangan pergerakan mahasiswa, bahkan masih terasa asing. Iklim keilmuan yang ingin dibangun di tengah kehidupan mahasiswa secara normatif seharusnya bukanlah ilmiah sekadar ahli dalam bidang tertentu saja, tetapi juga harus cendekia (meminjam istilah dari denny JA) yaitu komitmen etika yang memberi kepekaan sosial dan perspektif manusia ke dalam pengetahuan. Kecendekiaan semacam ini hanya dapat dicapai dengan pengetahuan interdisipliner, sehingga pola spesialisasi ketat seperti sekarang ini jelas-jelas tidak cocok.

Persoalannya kondisi seperti sekarang ini tetap berlarut dan tidak tergarap. Indikatornya sebagai berikut, tata organisasi intra kampus masih dalam tujuan untuk menghancurkan orientasi lama (politik praktis) yaitu dengan adanya pengkotakan yang sangat tegas didalam mahasiswa, yaitu fakultas-fakultas. Badan eksekutif mahasiswa kemudian tidak berada dalam satu lingkup Universitas melainkan fakultas-fakultas, hal ini jugalah yang kemudian menjadikan BEM Universitas kurang mendapat akses kepada mahasiswa yang tinggal difakultas-fakultas tersebut. Parahnya lagi, sekat fakultas ini dipertegas dengan spesialisasi fakultas pada bidang studi di fakultas tersebut. Mahasiswa MIPA, menjadi tabu ketika berbicara tentang politik, mahasiswa ekonomi menjadi aneh ketika kemudian berbicara selain masalah ekonomi, etc. (Dengan demikian BEM U mau ngapain? Ngurusi bidang tertentu udah ada fakultas, mau turun di politik dilarang, akhirnya ya diskusi-diskusi seperti ini, hehe.)

Satu hal lagi yang menurut saya perlu anda ketahui juga, yaitu masuknya PR dan PD III (PR: Pembantu Rektor, PD: Pembantu Dekan) kedalam struktur organisasi mahasiswa, bahkan bapak/ibu PR/PD III ini memegang posisi kunci, yaitu sebagai penentu akhir setiap program organisasi mahasiswa, dengan demikian para PD/PR III ini menjadi penentu, pengarah dan pemutus seluruh kegiatan organisasi mahasiswa di dalam kampus. Semoga pendapat saya ini salah, hal inilah yang menyebabkan lesunya kreatifitas dan daya dobrak mahasiswa, dengan kalimat yang lebih ekstrim, merekalah ketua BEM yang sesungguhnya, bukan mahasiswa itu sendiri.

Berikut beberapa fenomena yang merupakan akibat dari terkotak dan terspesialisasinya pergerakan mahasiswa:
·         Minat mahasiswa untuk bergabung dalam organisasi intra kampus rendah, mereka menganggap aktualisasi diri yang ditawarkan dalam organisasi tersebut sudah cukup dengan pelajaran di fakultasnya masing-masing.
·         Semakin meluasnya apatisme dan kelesuan partisipasi dan aktifitas ekstrakurikuler kampus, kecuali aktivitas resmi yang bersifat hiburan, misalnya tanding olahraga dan pagelaran musik.
·         Tidak adanya koordinasi yang kontinyu antar lembaga mahasiswa dimasing-masing fakultas, sehingga terkesan fakultas bergerak sendiri-sendiri.
·         Dan banyak contoh lainnya.

Yang diperlukan sekarang ini adalah pengaktifan kembali tulang punggung pergerakan mahasiswa di intra kampus, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa dalam arti aktif yang sebenarnya yaitu benar-benar dikelola oleh mahasiswa, adanya PD/PR III hanyalah sebagai fasilitator dalam pelaksanaan organisasi pergerakan mahasiswa, bukan sebagai penentu akhir. Saatnya mahasiswa diberi ruang yang lebar untuk berkreasi dan kembali memberikan kontribusi yang nyata bukan hanya dalam disiplin ilmu masing-masing tetapi juga dalam ikut mematangkan bangsa menjadi bangsa yang besar.
1.      Membangun sinergisitas menuju UM lebih baik
Pemaparan singkat diatas setidaknya menyadarkan kita tentang bagaimana kondisi pergerakan kita (mahasiswa) dan apa yang semestinya kita lakukan. Dalam hal ini saya akan berbicara dalam sekup UM saja, yaitu untuk memajukan UM kita ini perlu adanya sinergisitas baik dalam tataran wacana, pemahaman dan aksi diantara elemen-elemen pergerakan mahasiswa serta pihak birokrat kampus dan seluruh civitas akademika di kampus ini.

Demi membangun sinergisitas pergerakan mahasiswa maka yang pertama kali diutamakan adalah kerjasama dan kekompakan elemen-elemen mahasiswa itu sendiri. Saat ini, aktivis-aktivis mahasiswa sendiri telah terkelompokkan dalam berbagai organisasi mahasiswa, baik organisasi intra kampus yang bergerak sesuai bidang dan fakultasnya serta organisasi ekstra kampus yang mengusung ideologinya masing-masing. Semua elemen ini haru bersatu, karena pada dasarnya tujuan kita adalah sama yaitu untuk memajukan UM kedepnnya, khususnya dalam gerakan kemahasiswaannya. Walaupun tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam mencapai tujuan tersebut masing-masing dari elemen memiliki visi dan jalan/rumusan sendiri, dan bahkan terkadang jalan-jalan kita masing-masing ini saling bersebrangan, sehingga perlu sesuatu yang disebut ‘kedewasaan’, ya kedewasaan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut, jangan sampai membuat kita lupa akan tujuan utama untuk memajukan universitas kita ini.

Kedewasaan harus kita tanamkan dan kita bina di dalam diri kita baik sebagai individu maupun sebagai suatu organisasi mahasiswa, juga perlu kita tekankan dalam sistem kaderisasi yang diterapkan dalam masing-masing elemen. Jangan sampai kita dilenakan kepentingan pribadi/kelompok sehingga menafikan kepentingan bersama untuk kemajuan UM.

Yang berikutnya adalah komunikasi, barangkali di mindset kita sudah tertanam konsep kedewasaan tadi, tetapi karena tidak adanya komunikasi antara elemen membuat hal tersebut sia-sia. Komunikasi menjadi sangat penting dalam membangun sinergisitas ini, terutama ketika sudah dalam tahap action atau penerapan di lapangan dari apa yang telah kita (masing-masing elemen) rumuskan di internal masing-masing, komunikasi ini menjadi alat yang akan menyatukan gerak sehingga gerakan mahasiswa menjadi gerakan yang benar-benar diperhitungkan dan secara efektif menjadi agent of control ataupun agent of change, demi kemajuan bersama.

Secara konkrit seharusnya ada forum bersama yang menyatukan seluruh komponen pergerakan mahasiswa untuk kemudian membahas bersama permasalahan di UM ataupun didaerah maupun nasional, dan kemudian diupayakan dihasilkan keputusan bersama, setidaknya komitmen bersama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Berikutnya membangun komunikasi timbal balik dengan pihak penyelenggara universitas, memposisikan pergerakan mahasiswa sebagai bagian yang secara aktif ikut membangun UM dan mengawasi pengembangan dan pembangunan yang diselenggarakan lebih khusus pada ranah pengorganisasian mahasiswa.

insyaALLAH cukup demikian sedikit uraian tentang sinergisitas pergerakan mahasiswa, semoga coretan ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita dan menjadi bahan renungan yang menggugah setiap jiwa untuk bergerak, karena tak bergerak itu adalah mati.

Rujukan:
Deny, JA. 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. LKIS. Jogjakarta
Siddiq, Mahfudz. 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi.Era Intermedia. Solo
Portal KAMMI, http://www.kammi.ac

Tidak ada komentar:

Copyright by Iqbal Ali. Diberdayakan oleh Blogger.