“Sampaikanlah
pikiranmu. Jika ia benar, ia telah menunjukkan sebagian kenyataan. Dan jika ia
salah, ia merangsang lahirnya pemikiran yang lebih benar. Baik ketika benar
bahkan salah menyampaikan pikiran selalu lebih baik daripada diam sama sekali”
Makalah
ini disampaikan dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh BEM UM, malang 2
agustus 2008.
1.
Mahasiswa: Agent of Change, Angent of Control
Pergerakan mahasiswa
ternyata memiliki perbedaan yang cukup besar antara pada negara-negara maju dan
negara dunia ketiga seperti di Indonesia ini. pada negara-negara maju peranan
pergerakan mahasiswa sebagai agent of change kurang mendapatkan tempat bahkan
kurang diakui. Hal tersebut karena negara-negara maju tersebut telah memiliki
sistem politik yang telah terlembaga sedemikian rupa, disana telah dipisahkan
secara ketat fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, di sana, dinamisasi
dan pembaharuan dapat terjadi secara terlembaga dan melalui sistem yang telah
matang itu sendiri. Kekuatan di luar sistem untuk melakukan penekanan, salah
satunya gerakan mahasiswa semakin tidak diperlukan, kontrol masyarakat terhadap
pemerintah telah diperankan dengan baik oleh pers swasta dan berbagai lembaga
hak asasi ataupun organisasi-organisasi lingkungan.
Namun berbeda dengan
negara-negara maju tersebut, negara-negara dunia ketiga termasuk negara kita,
Indonesia, kekuatan mahasiswa barangkali masih sangat dibutuhkan dalam
memajukan dan dinamisasi negara. Pada negara-negara dunia ketiga, sistem
politiknya belumlah terlembaga secara kuat, sehingga seringkali terjadi banyak
penyimpangan, misalnya kekuasaan birokrasi yang melampaui wewenang formal,
serta wahana kontrol dan mekanisme internal sistem tersebut acapkali lumpuh.
(Denny, 2006)
Nah, disinilah
kemudian dibutuhkan gerakan dari luar sistem yang diharapkan akan mampu
menimbulkan reformasi politik demi mencapai kemajuan. Tekanan dari luar ini
dapat dilakukan oleh organisasi-organisasi rakyat dan tentu saja, pergerakan
mahasiswa.
Pergerakan mahasiswa
selayaknya menjadi kelompok penekan dalam setiap pengambilan kebijakan oleh
pemerintah (penguasa), sehingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah tetap pada koridornya dan benar-benar berpihak kepada kepentingan
rakyat. Inilah yang dimaksud dengan mahasiswa sebagai agent of control. Namun
lebih dari itu mahasiswa tentu saja dengan pergerakannya juga harus bisa
menjadi katalisator perubahan politik di negara ini, dengan kata lain sebagai
dinamisator alias agent of change!
Mahasiswa semestinya
dapat benar-benar memerankan dirinya sebagai agent of change dan agent of
control, kebijakan-kebijakan pemerintah harus dilihat dan dikritisi, latar
belakang, tujuan, serta sangat penting juga pendanaannya. Tidak cukup itu
tetapi secara kontinyu juga harus diawasi dan dikontrol.
Saudara, mahasiswa
sampai sekarang masih dianggap yang paling idealis dan pikirannya masih jernih
serta memiliki semangat yang tinggi sehingga pergerakan mahasiswa mendapatkan
porsi yang cukup besar dalam rangka ikut menentukan masa depan bangsa, tinggal
bagaimana mahasiswanya, MAU APA TIDAK ?!
Sebenarnya saya
lebih tertarik untuk membahas hal ini kedalam sekup yang lebih khusus yaitu
untuk UM sendiri. Sebenarnya hampir tidak berbeda, dalam sekup UM, mahasiswa
juga memiliki dua peranan penting tersebut, kita sebagai mahasiswa juga
memiliki hak untuk turut menentukan masa depan um, sebab mau-tidak mau kitalah
yang akan merasakan akibat, baik-buruknya dari kebijakan yang telah diputuskan.
1.
Secuplik Sejarah Pergerakan Mahasiswa
Pada poin pertama
sudah saya singgung tentang salah satu peran mahasiswa, berikut mari kita tengok
secuplik sejarah tentang sepak terjang pergerakan mahasiswa dalam menjalankan
fungsi-fungsinya tersebut.
Sedikit
bernostalgia, saat saya masih kecil saya berfikir untuk sekolah lalu lulus trus
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi sampai akhirnya menjadi mahasiswa dan
bekerja, saat itu tidak ada pikiran tentang peranan mahasiswa selain untuk
belajar matakuliah, kemudian lulus dengan IP tinggi dan segera terjun kedunia
kerja dan menekuni profesi. Pandangan saya yang begitu sempit tentang peran
mahasiswa tersebut kemudian sedikit berubah setelah terjadi demo besar-besaran
pada masa reformasi, ya, saya yang masih anak ingusanpun kemudian menjadi
sedikit mengerti tentang adanya peranan lain mahasiswa selain sekedar belajar
dan cepat lulus. Saat itu para mahasiswa terlihat gagah berkumpul di
jalan-jalan menyuarakan reformasi, tolak KKN dan pembubaran orde baru, dan
ternyata berhasil juga memaksa soeharto turun dari jabatan presiden, keren!!!
Uraian tersebut
menggambarkan secuplik geliat pergerakan mahasiswa dalam perjalanan bangsa ini.
Tapi apakah benar mahasiswa memiliki peranan yang begitu besar dalam menentukan
masa depan bangsa, atau setidaknya diperhitungkan dalam sejaran perjalanan
suatu bangsa? Jawabannya: BETUL-BETUL BENAR !
Sesungguhnya
peristiwa reformasi 1998 bukan satu-satunya hadiah dari mahasiswa untuk bangsa
ini, di Indonesia, mahasiswa telah berpartisipasi dalam setiap perubahan
penting dalam seajarah perkembangan politik di Indonesia. Pada masa kenaikan
Soeharto menjadi presiden, banyak organisasi-organisasi mahasiswa yang ikut
mendukung, namun sejak 1970-an pergerakan mahasiswa telah diarahkan untuk
menentang rezim orde baru. Pada akhir 1980-an, sebuah gelombang baru
demonstrasi mahasiswa dimulai. Saat itu demokrasi dan pemenuhan hak-hak asasi manusia
menjadi tema yang lazim bagi gerakan ‘protes’ mahasiswa tersebut. Aspinal dalam
sidiq (2003) pada sebuah kajian tentang ‘pembangkangan’ mahasiswa pada tahun
1980-an di Indonesia, mengumpulkan laporan tentang 155 demonstrasi mahasiswa
dalam periode 1987-1990. Dalam perkembangan selanjutnya, gerakan mahasiswa
tahun 1997/1998 adalah yang paling menonjol menentang kekuasaan presiden
Soeharto. Yah, kita tentunya masih ingat, saat itu bermula dari menuntut
demokratisasi, penegakan HAM, penerapan reformasi total hingga berakhir pada
permintaan pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden. Saat itu dari akhir
1997 sampai sekitar mei 1998, hampir setiap pekan terjadi gelombang demonstrasi
dari berbagai elemen mahasiswa di berbagai kota di Indonesia. Bukan hanya
sekedar demonstrasi saja, tetapi para mahasiswa tersebut juga mengadakan mimbar
bebas, dialog, audiensi, petisi, seminar, dan lain-lain.
Jika kita melihat
lebih awal lagi, saat bangsa ini awal terbentuk, atau bahkan sebelum itu,
rupanya mahasiswa telah memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan
bangsa. Pada masa sebelum kemerdekaan dan awal-awal kemerdekaan, pergerakan
mahasiswa/pelajar telah menjadi pemantik semangat kebangkitan bangsa. Dari
dahulu sampai sekarang mahasiswa telah menjadi salah satu komonen penting dalam
sejararah perkembangan bangsa.
Namun ada perbedaan
yang cukup signifikan antara gerakan mahasiswa jaman dahulu dengan sekarang,
Denny JA dalam bukunya yang berjudul Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum
Muda Era 80-an menjelaskan perbedaan tersebut terlihat pada beberapa
aspek, yaitu:
Orientasi
gerakan, orientasi mahasiswa dulu adalah gugatan ke struktur kekuasaan,
kini orientasinya adalah pembentukan opini politik masyarakat luas. Format
dulu adalah kebanyakan aksi massa, sekarang tidak sekedar aksi massa tetapi
juga aksi informasi.
Tipe gerakan
, tipe gerakan mahasiswa dahulu adalah gerakan politik praktis, kini tipenya
adalah gerakan penyadaran dibidang sosial politik. Kultur yang
mendukung gerakan mahasiswa dulu adalah suhu politik yang tinggi yang ditandai
dengan krisis sistem politik, kini kulturnya adalah suhu akademis yang tinggi
yang ditopang dengan terintegrasinya sistem politik, sehingga untuk
kepolitik-praktisannya berkurang.
Organisasi,
organisasi yang menjadi wadah mahasiswa dulu adalah organisasi massa dengan
metode mobilisasi massa, kini organisasinya adalah kelompok-kelompok kecil
dengan metode mobilisasi ide dan persepsi politik.
Bagus sekali bukan,
uraian Denny JA ini menggambarkan suatu perubahan orientasi pergerakan
mahasiswa, namun kita juga perlu melihat kondisinya sekarang, apakah benar
demikian atau seperti apa? (terus baca tulisan ini, ok)
1.
Fenomena dikotomi peran mahasiswa dalam tinjauan
normatif dan relevansinya dalam membangun kampus yang lebih kondusif terhadap
gerakan mahasiswa
Ok Saudara, ada satu
hal penting yang sengaja baru saya angkat pada topik yang ketiga ini, yaitu
keputusan DIKTI tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik
dalam kehidupan kampus.
Kekuatan pergerakan
mahasiswa sampai tahun 70-an telah menjelma menjadi suatu kekuatan politik yang
kemudian memiliki pengaruh yang cukup besar. Hal ini yang kemudian menjadi
kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah pada saat itu, sampai muncullah SK
028/U/1974 tentang NKK/BKK yaitu Normalisasi Kehidupan Kampus atau Badan
Koordinasi Kemahasiswaan, sebagai pembaharuan gerakan mahasiswa agar lebih
sesuai dengan nama dan statusnya yaitu mahasiswa.
Namun ada satu
catatan penting disini, yaitu tidak adanya evaluasi setelah penerapan NKK/BKK
ini, hal ini memungkinkan adanya penyimpangan/disorientasi kebijakan tersebut
terutama jika dihadapkan pada kondisi riil mahasiswa sekarang ini.
Saudara, ada 3 tahap
yang harus dilewati dalam suatu proses perubahan yang disengaja, pertama,
diterapkan orientasi nilai baru tetapi masih dipandang melalui kerangka
orientasi nilai lama, pada tahap ini terjadi penghancuran infrastruktur
orientasi nilai lama. Kedua, orientasi nilai lama sudah hancur, akan
tetapi orientasi nilai baru belum kuat, atau bahkan masih dirasakan baru,
inilah masa transisi yang kemudian harus dikawal secara ketat dan diawasi
supaya tidak sampai menyimpang, sebab jika sampai menyimpang maka memungkinkan
akan menghasilkan sesuatu yang baru yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga,
orientasi nilai lama telah hancur, orientasi nilai baru diterima sehingga
terjadilah integrasi dimana orientasi nilai baru mengakar dan dihayati.
Nah, kenyataan yang
terjadi di pergerakan mahasiswa sekarang adalah tahap yang kedua. Infrastruktur
orientasi nilai lama dalam hal ini politik praktis telah hancur dengan adanya
NKK/BKK, akan tetapi orientasi nilai baru, yaitu tentang keilmuan/akademik yang
sesungguhnya, belum bisa dihayati pada kalangan pergerakan mahasiswa, bahkan
masih terasa asing. Iklim keilmuan yang ingin dibangun di tengah kehidupan
mahasiswa secara normatif seharusnya bukanlah ilmiah sekadar ahli dalam bidang
tertentu saja, tetapi juga harus cendekia (meminjam istilah dari denny JA)
yaitu komitmen etika yang memberi kepekaan sosial dan perspektif manusia ke
dalam pengetahuan. Kecendekiaan semacam ini hanya dapat dicapai dengan
pengetahuan interdisipliner, sehingga pola spesialisasi ketat seperti sekarang ini
jelas-jelas tidak cocok.
Persoalannya kondisi
seperti sekarang ini tetap berlarut dan tidak tergarap. Indikatornya sebagai
berikut, tata organisasi intra kampus masih dalam tujuan untuk menghancurkan
orientasi lama (politik praktis) yaitu dengan adanya pengkotakan yang sangat
tegas didalam mahasiswa, yaitu fakultas-fakultas. Badan eksekutif mahasiswa
kemudian tidak berada dalam satu lingkup Universitas melainkan
fakultas-fakultas, hal ini jugalah yang kemudian menjadikan BEM Universitas
kurang mendapat akses kepada mahasiswa yang tinggal difakultas-fakultas
tersebut. Parahnya lagi, sekat fakultas ini dipertegas dengan spesialisasi
fakultas pada bidang studi di fakultas tersebut. Mahasiswa MIPA, menjadi tabu
ketika berbicara tentang politik, mahasiswa ekonomi menjadi aneh ketika
kemudian berbicara selain masalah ekonomi, etc. (Dengan demikian BEM U mau
ngapain? Ngurusi bidang tertentu udah ada fakultas, mau turun di
politik dilarang, akhirnya ya diskusi-diskusi seperti ini, hehe.)
Satu hal lagi yang
menurut saya perlu anda ketahui juga, yaitu masuknya PR dan PD III (PR:
Pembantu Rektor, PD: Pembantu Dekan) kedalam struktur organisasi mahasiswa,
bahkan bapak/ibu PR/PD III ini memegang posisi kunci, yaitu sebagai penentu
akhir setiap program organisasi mahasiswa, dengan demikian para PD/PR III ini
menjadi penentu, pengarah dan pemutus seluruh kegiatan organisasi mahasiswa di
dalam kampus. Semoga pendapat saya ini salah, hal inilah yang menyebabkan
lesunya kreatifitas dan daya dobrak mahasiswa, dengan kalimat yang lebih
ekstrim, merekalah ketua BEM yang sesungguhnya, bukan mahasiswa itu sendiri.
Berikut beberapa
fenomena yang merupakan akibat dari terkotak dan terspesialisasinya pergerakan
mahasiswa:
·
Minat mahasiswa untuk bergabung dalam organisasi
intra kampus rendah, mereka menganggap aktualisasi diri yang ditawarkan dalam
organisasi tersebut sudah cukup dengan pelajaran di fakultasnya masing-masing.
·
Semakin meluasnya apatisme dan kelesuan
partisipasi dan aktifitas ekstrakurikuler kampus, kecuali aktivitas resmi yang
bersifat hiburan, misalnya tanding olahraga dan pagelaran musik.
·
Tidak adanya koordinasi yang kontinyu antar
lembaga mahasiswa dimasing-masing fakultas, sehingga terkesan fakultas bergerak
sendiri-sendiri.
·
Dan banyak contoh lainnya.
Yang diperlukan sekarang
ini adalah pengaktifan kembali tulang punggung pergerakan mahasiswa di intra
kampus, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa dalam arti aktif yang sebenarnya yaitu
benar-benar dikelola oleh mahasiswa, adanya PD/PR III hanyalah sebagai
fasilitator dalam pelaksanaan organisasi pergerakan mahasiswa, bukan sebagai
penentu akhir. Saatnya mahasiswa diberi ruang yang lebar untuk berkreasi dan
kembali memberikan kontribusi yang nyata bukan hanya dalam disiplin ilmu
masing-masing tetapi juga dalam ikut mematangkan bangsa menjadi bangsa yang
besar.
1.
Membangun sinergisitas menuju UM lebih baik
Pemaparan singkat
diatas setidaknya menyadarkan kita tentang bagaimana kondisi pergerakan kita
(mahasiswa) dan apa yang semestinya kita lakukan. Dalam hal ini saya akan
berbicara dalam sekup UM saja, yaitu untuk memajukan UM kita ini perlu adanya
sinergisitas baik dalam tataran wacana, pemahaman dan aksi diantara
elemen-elemen pergerakan mahasiswa serta pihak birokrat kampus dan seluruh
civitas akademika di kampus ini.
Demi membangun
sinergisitas pergerakan mahasiswa maka yang pertama kali diutamakan adalah
kerjasama dan kekompakan elemen-elemen mahasiswa itu sendiri. Saat ini,
aktivis-aktivis mahasiswa sendiri telah terkelompokkan dalam berbagai
organisasi mahasiswa, baik organisasi intra kampus yang bergerak sesuai bidang
dan fakultasnya serta organisasi ekstra kampus yang mengusung ideologinya
masing-masing. Semua elemen ini haru bersatu, karena pada dasarnya tujuan kita
adalah sama yaitu untuk memajukan UM kedepnnya, khususnya dalam gerakan
kemahasiswaannya. Walaupun tidak bisa kita pungkiri bahwa dalam mencapai tujuan
tersebut masing-masing dari elemen memiliki visi dan jalan/rumusan sendiri, dan
bahkan terkadang jalan-jalan kita masing-masing ini saling bersebrangan,
sehingga perlu sesuatu yang disebut ‘kedewasaan’, ya kedewasaan dalam menyikapi
perbedaan-perbedaan tersebut, jangan sampai membuat kita lupa akan tujuan utama
untuk memajukan universitas kita ini.
Kedewasaan harus
kita tanamkan dan kita bina di dalam diri kita baik sebagai individu maupun
sebagai suatu organisasi mahasiswa, juga perlu kita tekankan dalam sistem
kaderisasi yang diterapkan dalam masing-masing elemen. Jangan sampai kita
dilenakan kepentingan pribadi/kelompok sehingga menafikan kepentingan bersama
untuk kemajuan UM.
Yang berikutnya
adalah komunikasi, barangkali di mindset kita sudah tertanam konsep kedewasaan
tadi, tetapi karena tidak adanya komunikasi antara elemen membuat hal tersebut
sia-sia. Komunikasi menjadi sangat penting dalam membangun sinergisitas ini,
terutama ketika sudah dalam tahap action atau penerapan di lapangan dari apa
yang telah kita (masing-masing elemen) rumuskan di internal masing-masing,
komunikasi ini menjadi alat yang akan menyatukan gerak sehingga gerakan
mahasiswa menjadi gerakan yang benar-benar diperhitungkan dan secara efektif
menjadi agent of control ataupun agent of change, demi kemajuan bersama.
Secara konkrit
seharusnya ada forum bersama yang menyatukan seluruh komponen pergerakan
mahasiswa untuk kemudian membahas bersama permasalahan di UM ataupun didaerah
maupun nasional, dan kemudian diupayakan dihasilkan keputusan bersama,
setidaknya komitmen bersama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Berikutnya membangun
komunikasi timbal balik dengan pihak penyelenggara universitas, memposisikan
pergerakan mahasiswa sebagai bagian yang secara aktif ikut membangun UM dan
mengawasi pengembangan dan pembangunan yang diselenggarakan lebih khusus pada
ranah pengorganisasian mahasiswa.
insyaALLAH cukup
demikian sedikit uraian tentang sinergisitas pergerakan mahasiswa, semoga
coretan ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita dan menjadi bahan renungan
yang menggugah setiap jiwa untuk bergerak, karena tak bergerak itu adalah mati.
Rujukan:
Deny,
JA. 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. LKIS. Jogjakarta
Siddiq,
Mahfudz. 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi.Era Intermedia. Solo
Portal
KAMMI, http://www.kammi.ac
Tidak ada komentar:
Posting Komentar