Reproduksi
seksual pada umbuhan umumnya melibatkan dua proses, yakni proses
pembentukan gamet dan proses pembuahan (fertilisasi). Proses pembentukan
gamet selalu melalui pembelahan meiosis, yaitu pembelahan reduksi,
sehingga sel-sel gamet hasil pembelahan meiosis ini bersifat haploid
(memiliki n kromosom). Sedangkan pada proses fertilisasi, kebalikan dari
proses meiosis, yaitu penggabungan antara gamet jantan dengan gamet
betina, sehingga dihasilkan sel yang bersifat diploid (hasil
penggabungan kedua gamet yang haploid). Kedua proses tersebut (maeosis
dan fertilisasi) membagi kehidupan organisme menjadi dua fase atau
generasi yang berlainan, yaitu generasi gametofit dan generasi sporofit
(Kimball, 1988). Generasi gametofit pada tumbuhan dimulai dengan spora
yang dihasilkan dari proses meiosis. Spora ini bersifat haploid dan
semua sel yang diturunkan (terdiferensiasi) dari sel ini juga bersifat
haploid. Generasi ini yang menghasilkan sel gamet. Pada tahapan
berikutnya, terjadi peleburan antara sel gamet jantan dan sel gamet
betina (fertilisasi), sehingga dihasilkan sel yang bersifat diploid.
Disinilah dimulainya fase sporofit, yaitu diawali dengan zigot yang
merupakan hasil fertilisasi dan bersifat diploid.
Baik
pada tumbuhan paku yang bersifat heterospor, misalnya selaginela,
maupun tumbuhan gymnospermae, contohnya pinus, sdama-sama mengalami
pergiliran generasi antara generasi sporofit dan generasi gametofit.
Walupun begitu, terdapat beberapa perbedaan, antara siklus hidup pada
paku heterospor dengan gymnospermae, misalkan pada perkembangan
embrionya, dan banyak lagi yang lainnya.
Pada
tumbuhan paku, yang biasa kita lihat adalah generasi sporofit. Pada
awal musim panas, akan nampak bercak-bercak kecoklatan pada bagian bawah
anak daun tumbuhan paku. Bercak-bercak tersebut disebut sorus dan
berisi banyak sporangium. Jika kita lihat lebih dalam, di dalam
sporangium ini terjadi pembelahan meiosis dari satu sel induk spora
menghasilkan empat sel spora. Jika kelembaban menurun, sel-sel bibir
berdinding tipis dari masing-masing sporangium terpisah dan anulus
terbuka dengan perlahan-lahan, lalu dengan gerak yang cepat anulus
meletik kedepan dan mengeluarkan spora-sporanya. Jika spora-spora ini
sampai pada habitat yang sesuai, maka spora tersebut akan berkecambah
membentuk benang-benang sel. Masing-masing spora akan tumbuh menjadi
protalus yang dilengkapi dengan rizoid yang berfungsi untuk membantu
penyerapan air dan mineral dari dalam tanah. Sel-sel protalus ini
bersifat haploid dan merupakan generasi gametofit yang dewasa.
Pada
bagian bawah protalus terdapat organ-organ seks, yaitu anteredium untuk
pembentukan sperma dan arkegonium untuk pembentukan ovum. Apabila cukup
air, sperma akan dilepas dan berenang menuju arkegonium, fertilisasi
antara sel telur dengan sperma terjadi di dalam arkegonium, setelah
terjadi fertilisasi dan terbentuk zigot, maka dimulailah generasi
sporofit yang baru. Embrio sporofit berkembang dengan pembelahan mitosis
yang terjadi berulang dari zigotnya.
Sepertihalnya
pada tumbuhan paku, pada gymnospermae yang biasanya kita lihat adalah
generasi sporofitnya. Generasi sporofit ini membentuk dua spora yang
berbeda, yaitu mikrospora yang akan tumbuh menjadi gametofit jantan dan
makrospora yang akan tumbuh menjadi gametofit betina. Baik makrospora
dan mikrospora dibentuk pada sporangiumnya masing-masing, yaitu
makrosporangium dan mikrosporangium. Kedua sporangium ini dibentuk pada
strobilus yang terpisah, mikrosporangium pada strobilus jantan dan
makrosporangium pada strobilus betina. Pada pinus, strobilus jantan dan
betina dihasilkan pada satu pohon (dioseus).
Strobilus
jantan pinus, umurnya lebih pendek dari pada strobilus betina. Di dalam
strobilus jantan, terdapat mikrosporangium dan di dalam mikrosporangium
inilah terbentuk mikrospora melalui proses meiosis. Sebelum dilepas,
terjadi pembelahan mitosis yang mengahasilkan serbuk sari bersel empat
yang kemudian dilepaskan ke udara. Demikian juga di dalam
makrosporangium yang terdapat pada strobilus betina, megaspora mengalami
perkembangan sehingga dihasilkan gametofit betina. Berbeda dengan yang
jantan, pada betina struktur ini tidak dilepaskan, melainkan
dipertahankan di dalam jaringan sporofit induknya. Fertilisasi antara
gamet jantan dan gamet betina terjadi di arkegonium.
Tumbuhan
paku heteropspor dan gymnospermae memiliki persamaan, yaitu dalam hal
pembentukan dua macam spora dan pembentukan dua macam gametofit. Akan
tetapi spora gymnospermae tidak berfungsi sebagai sarana penyebaran
tanaman sebagaimana yang terjadi pada spora tumbuhan paku. Pada
gymnospermae fungsi penyebaran tanaman diambil alih oleh biji.
Setelah
pembuahan zigot berkembang dengan melakukan pembelahan mitosis,
kemudian membentuk embrio yang sangat kecil sporofitnya. Di sekitar
embrio ini berkembang endosperm yang berisi cadangan makanan. Pada
tanaman gymnospremae struktur pohon dan tempat lokasi keberadaan antara
strobilus jantan dan strobilus betina sangat membantu dalam proses
penyerbukan. Pada pinus strobilus jantan berada di bagian ujung
percabangan sedangkan strobilus betina berada di pangkal cabang,
kedudukan ini sangat memungkinkan terjadinya fertilisasi.
Berbeda
dengan tumbuhan paku, pada gymnospermae embrio yang berkembang tidak
lagi dilindung oleh generasi gametofit, melainkan dilindungi oleh
generasi sporofit induknya, bukan hanya itu, suplai nutisi juga berasal
dari induknya. Persebaran spesiesnya juga tidak lagi dengan spora
sebagaimana pada paku, namun persebaran telah diambil alih oleh biji.
Berikut
bagan singkat siklus hidup antara pinus sebagai wakil dari tumbuhan
gymnospermae dan selaginela sebagai contoh dari tumbuhan paku
heterospora.
Skema:
Sumber
Kimbal, W.John. 1988. Biologi Jilid II. Erlangga: Jakarta.
Moertolo, ali. Dkk. 2004. Tumbuhan Berbiji Terbuka. Malang: Universitas Negeri Malang.
Moertolo, ali. Dkk. 2004. Tumbuhan Paku. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sudarmi, Siti. Dkk. 1986. Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar