Sel diproduksi dengan penggandaan organel-organel di dalamnya kemudian melakukan pembelahan. Pada hewan atau tumbuhan tingkat tinggi, pembelahan sel dibutuhkan untuk menggantikan sel-sel yang telah usang (rusak). Pada sorang manusia dewasa diproduksi berjuta-juta sel tiap detiknya agar kondisinya tetap normal, dan jika semua pembelahan sel tertahan (misalnya oleh radiasi ion yang tinggi), dia akan mati hanya dalam beberapa hari saja.
Penggandaan
pada sebagian besar unsur pokok dalam sel tidak membutuhkan untuk
dikontrol secara tepat. Jika terdapat banyak tiruan dari molekul atau
organel, jumlahnya dapat diperkirakan, yaitu dua kali jumlah semula,
dalam satu siklus pembelahan, induk sel memberikan kurang-lebih separuh
bagian untuk setiap anak sel.
Tapi
paling tidak ada satu pengecualian yang jelas, yaitu: DNA pasti selalu
digandakan secara tepat kemudian dibagi secara tepat pula diantara kedua
anak sel yang dihasilkan dari prose pembelahan dan hal itu membutuhkan
mekanisme khusus. Dalam pendiskusian siklus sel, terkadang terdapat
kesulitan untuk membedakan antara siklus kromosom dan siklus paralel
sitoplasma. Di dalam siklus kromosom, sintesis DNA, yang mana DNA inti
digandakan, dilanjutkan oleh mitosis, dimana tiruan dari penggandaan
genom dipisahkan. Dalam siklus sitoplasmik, sel berkembang, dimana
banyak komponen sel jumlahnya digandakan, dilanjutkan dengan
sitokinesis, dimana seluruh sel dibagi menjadi dua.
Kita
memulai bagian ini dengan mendiskusikan koordinasi dan kontrol dari
siklus yang saling bergantung. Kita meneliti mekanisme-mekanisme yang
memastikan bahwa seluruh DNA inti melakukan replikasi sebanyak satu kali
dan hanya satu kali dalam proses pembelahan sel. Dan kita menganggap
bagaimana kejadian dari siklus kromosom dihubungkan dengan siklus
sitoplasmik. Kita kemudian mengeksplor regulasi dari pembagian sel dalam
hewan multi selular dengan menggunakan faktor-faktor yang ada di dalam
ligkungan sel-sebuah topik yang telah menjelaskan secara gamblang bagi
penelitian kanker tingkat lanjut. Akhirnya kita mendiskusikan tanggapan
mekanisme molekul dalam mitosis dan sitokinesis. Pada dua proses
tersebut menunjukkan bahwa sentrosom benar-benar dapat diwariskan dan
digandakan secara tepat untuk membentuk dua kutub dalam kumparan
mitosis. Siklus sentrosom dapat dianggap sebagai komponen ketiga di
dalam siklus sel.
Tahapan-tahapan Siklus Sel dan Hubungannya.
Pembelahan
sel eukaryot dapat diamati dibawah mikroskop. Pada peristiwa mitosis
kromosom di dalam nukleus mengalami kondensasi sehingga kromosom
tersebut dapat diamati, kemudian kromosom tersebut mengganda menjadi dua
set kromosom yang sama. Kemudian, terjadi peristiwa sitokinesis, yaitu
sel itu sendiri membelah menjadi dua sel anak, yang masing-masing
memiliki satu set kromosom. Karena mitosis dan sitokinesis begitu mudah
untuk diamati, sehingga mitosis dan sitokinesis menjadi fokus awal
ketertarikan bagi seorang peneliti. Dua hal ini, bagaimanapun juga,saling mengisi hanya dalam waktu yang singkat, yang dikenal sebagai fase M (mitosis) dalam siklus perkembangbiakan selama waktu yang melewati antara satu fase M and fase berikutnya disebut sebagai interfase. Interfase terlihat ketika diamati menggunakan mikroskop, pada fase ini seolah-olah tak banyak
terjadi aktivitas di dalam sel, padahal secara pelan-pelan sel tumbuh
mengem bangkan ukuran. Sebagian besar teknik yang lain menyatakan bahwa
interfase merupakan masa persiapan sel menuju pembelahan, pada masa ini
disiapkan tahapan-tahapan menuju pembelahan sel tersebut. Pada bagian
ini, kita akan membahas bagaimana tahapan-tahapan padainterfase dapat
diketahui dan bagaimana langkah-langkah pada siklus sel saling
terhubung.
Penggandaan DNA Inti Terjadi pada Sebagian Waktu Interfase
Pada
sebagian besar sel, DNA inti mengganda pada suatu bagian yang terbatas
dari interfase; periode pembentukan DNA ini dinamakan Fase S dari siklus sel. Antara berakhirnya fase M dengan dimulainya sintesis DNA memiliki interval atau jeda yang dinamakan fase G1 (Gap/jarak), sedangkan interval kedua dinamakan fase G2 yaitu jeda antara berakhirnya proses sintesis DNA dengan dengan dimulainya fase M. Interfase terdiri atas fase G1,, S dan G2, dan secara umum fase ini terjadi sebanyak 90% atau lebih dari total waktu siklus sel.
Gambar
1. Empat urut-urutan fase yang terjadi pada siklus sel eukariyot.
Setelah fase M yang terdiri dari fase mitosis dan sitokinesis sel anak
akan memulai interfase pada siklus sel yang barikutnya.
Waktu
dari sintesis DNA pada siklus sel pertama kali ditubjukkan pada awal
1950an dengan menggunakan teknik autoradigrafi untuk menandai sel
tertentu yang sedang mensintesis DNA. Metode standar yang digunakan
adalah menggunakan 3H-timidin, yaitu procusor radioaktif yang digunakan setiap sel dalam sintesis DNA. 3H-timidin
ini dapat diinjeksikan kedalam sel hewan untuk mempelajari proses
pembelahan sel di dalam jaringan atau menambahnya ke dalam medium kultur
sel. Untuk masalah yang tadi, jaringan dilepas dari hewannya pada
beberapa saat setelah penyuntikan 3H-timidin, kemudian
dilakukan autoradiografi. Sel yang sedang melakukan sintesis DNA yang
ditandai dengan adanya labeling period (sedang berada di dalam fase S)
diketahui dengan adanya bintik-bintik perak yang terdapat disekitar inti
sel. Dari bagian sel yang tertandai, dalah hal ini periode setelah
pembukaan sel hewan oleh 3H-timidin,
dan dengan penghitungan sel tersebut berada dalam fase M, hal ini
memungkinkan untuk mengetahui bahwa sel memiliki 4 fase berbeda yang
memiliki durasi yang berbeda pula.
Gambar 2. Autoradiograf dari sel yang diberi 3H-timidin. Munculnya bintik-bintik perak di sekitar inti sel (area nerwarna hitam) mengindikasikan bahwa sel mengandung 3H-timidin pada DNAnya.
Siklus Sel Lebih Mudah Diamati Melalui Kultur
Adalah
sulit jika kita harus menganalisa mekanisme yang terjadi dalam siklus
sel pada jaringan lengkap yang masih berada di dalam hewanlengkap. Untuk
mengamati mekanisme tersebut akan lebih mudah jika dilakukan pada
kuktur sel. Dengan kultur, memungkinkan kita untuk mengamati 1 sel saja,
mulai dari bagaimana dia tumbuh, berkembang dan membelah, juga kita
dapat menghitung langsung berapa lamanya fase-fase dalam siklus sel.
Sintesis DNA pada sel yang dikultur juga dapat dideteksi sebagaimana
pada sel hewan yang lengkap, sebagaimana diterangkan di atas. Selain itu
perkembangan siklus sel dapat diikuti dengan mengukur keadaan DNA di
dalamnya, hal ini dapat difasilitasi dengan menggunakan
“fluorescence-activated cell analizer” yaitu suati teknik fluoresensi
sehingga DNA berpendar di tempat gelap sehingga dengan mudah dapat
diamati.
Gambar 3. Hasil yang didapatkan dari pengamatan pertumbuhan populasi sel dengan menggunakan bantuan Fluoresense.
Analisis
siklus sel lebih lanjut menggunakan populasi kultur sel dalam jumlah
besar yang mana semuanya berada di fase yang sama dalam siklus sel.
Untuk membuat kultur sel dengan fase yang sama dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satu teknik tua yaitu dengan memberikan obat kepada
sel yang dapat menghambat perkembangan pada tahap-tahap tertentu dalam
siklus sel dan menghentikan perkembangan sel, jadi ketika penghalang
tersebut dilepaskan sel dapat melanjutkan pertumbuhannya secara
bersama-sama, sehingga didapatkan kultur sel dengan fase yang sama.
Gambar
4. Metode yang biasa dipakai untuk membuat kultur sel hewan dengan fase
yang sama. Sel-mitotic dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat lain
sehingga sel yang tersisa hanya sel dalam fase interfase.
Pengaktivan Sintesis DNA dengan Perubahan pada Sitoplasma:
Pengaktivan Fase-S
Pada
penggabungan dua kultur sel yang berbeda fase pertumbuhannya, dapat
terjadi penggabungan antara satu sel dengan sel yang lainnya. Hasilnya
adalah informasi yang luar biasa.
Ketika sel dengan fase S menyatu (fusi) dengan sel pada fase G1 tahap awal, inti dari sel G1 dengan cepat memulai untuk melakukan replikasi DNA. Terang saja nukleus sel G1 sudah siap untuk melakukan replikasi namun pada sel yang masih dalam tahap G1
(dalam keadaan normal) belum tersedia sinyal yang dibutuhkan untuk
mengaktifkan sintesis DNA. Sedangkan sel fase-S memiliki sinyal tersebut
secara melimpah di sitoplasmanya. Sehingga antara sel G1 dengan sel fase-S terbentuk semacam batas diantara keduanya.
Berbeda dengan ketika yang bergabung adalah antara sel fase-S dengan sel G2, pada sel G2 telah tersedia sinyal untuk sintesis DNA sehingga proses sintesis DNA dapat terus berjalan selama fusi.
Gambar 5. Hasil dari penggabungan sel mamalia antara dua sel pada fase yang berbeda-beda.
Semua Genom Mengalami Replikasi Satu kali dan Hanya Satu Kali pada Setiap Siklus
Dalam
satu siklus sel genom mengalami replikasi hanya satu kali saja. Setiap
nukleotida di dalam DNA hanya akan didreplikasi satu kali saja, sehingga
dihasilkan dua set genom yang sama. Proses replikasi ini juga terjadi
hanya satu kali di dalam stu siklus sel. DNA yang telah direplikasi
kemudian akan dibagi merata pada dua sel anak yang dihasilkan.
Penundaan Sinyal untuk Persiapan Mitosis Sampai Tuntasnya Replikasi DNA
Nukleus yang sudah melewati fase-S dan memasuki fase G2
secara normal kromosomnya dalam keadaan terkondensasi dan segera
melakukan mitosis beberapa waktu setelahnya. Ketika sintesis DNA sengaja
dihalangi, bagaimanapun juga mitosis akan tertunda sampai penghalang
sintesis DNA tersebut dihilangkan sehingga sintesis DNA dapat
terselasaikan. Begitu juga jetika sel G2 digabungkan dengan sel fase-S, sel G2
akan menunda terjadinya mitosis sampai sel fase-S mencapai fase yang
sama dan telah sama-sama siap melakukan mitosis. Pada penelitian dengan
menggunakan radiasi sehingg terjadi kerusakan pada sel G2, sel G2 tersebut tidak segera melakukan mitosis tetapi masih menyelesaikan kerusakannya, kemudian setelah beres, baru melakukan mitosis.
Fase-M Promoting Factor sebagai Pemicu Peristiwa Mitosis
Dalam
proses hilangnya sinyal penundaan mitosis, tidak terjadi semata-mata
karena sel itu sendiri melainkan karena adanya faktor lain dari
sitoplasma. Sel pada fase G2 memiliki periode tertentu untuk persiapan mitosis, yang mana disana terjadi penghilangan faktor penunda mitosis.
Ketika sel fase-M berfusi dengan sel pada interfase, misalnya G1, S, atau G2 nukleus
yang berada dalam fase interfase segera menuju fase-M, mengalami
kondensasi kromosam lalu bersiap untuk membelah, namun pada beberapa
kasus, yaitu pada sel fase G2 atau fase-S, hal ini merupakan
bencana dalam siklus pembelahannya. Tidak demikian pada sel fase-M, pada
sel ini sitoplasmanya mengandung MPF (M-phase Promoting Faktor) yang
kuat sehingga membuat nukleus dapat berada pada berbagai fase.
Gambar 6. Kondensasi yang terlalu dini yang
terjadi pada kromosom interfase hasil fusi antara sel marsupial dalam
fase interfase dan sel manusia dalam fase mitosis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar