27 Mar 2013

Tanaman Transgenik, Amankah?

Sejak ditemukannya tanaman transgenik, masyarakat mulai khawatir akan akibat yang sangat berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. Pada era ini dimana banyak orang menganggap sesuatu yang “alami” hampir sama dengan keaamanan, anggapan tersebut menyebabkan tanaman transgenik tersebut dianggap sebagai tanaman yang tidak alami dan pasti akan menimbulkan bahaya. Para aktifis lingkungan gencar memprotes perusahaan-perusahaan yang memproduksi tanaman yang dimodifikasi secara genetik.

Beberapa kekawatiran tersebut telah mengguncang dunia industri tanaman. Pada tahun 2002, para petani yang memprotes tanaman kentang di barat daya telah menghentikan pembelian tanaman kentang yang dimodifikasi secara genetik. Selama ini tidak pernah terlihat tanda-tanda bahwa kentang-kentang yang dibuat atau diolah agar tahan terhadap hama tersebut menjadi berkualitas lebih rendah atau berbahaya. Bentuk dan rasa kentang-kentang transgenik ini sama seperti kentang-kentang biasa. Bahkan untuk mengembangkan kentang transgenik ini para petani kentang tidak memerlukan bahan kimia dalam menumbuhkannya. Kentang-kentang tersebut mampu bertahan hidup melawan serangga-serangga kecil dan hama kentang namun hal ini bukanlah opini yang hangat dibicarakan di masyarakat.

• Kekhawatiran Terhadap Kesehatan Manusia.
Semua jenis tanaman terdiri dari DNA. Ketika anda mengunyah wortel atau menggigitnya menjadi bagian-bagian kecil, pada dasarnya anda tidak menyadari bahwa anda sedang memakan beberapa gen. Para penentang rekayasa sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat untuk menentang atau melawan teknologi tersebut. Hanya saja mereka khawatir dan takut terhadap efek samping dari gen asing yang membentuk potongan-potongan DNA yang tidak lazim (alami) ditemukan disuatu tanaman. Sebuah jurnal penelitian yang dimuat di salah satu jurnal obat-obatan inggris pada tahun 1996 telah menginformasikan paling tidak beberapa kekhawatiran atau ketakutan tersebut. Di dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa kacang kedelai yang mengandung gen kacang brazil dapat memicu alergi pada para konsumen kedelai yang sensitif pada kacang brazil. Karena penemuan itulah jenis kacang transgenik tidak pernah dipasarkan.

Kita bisa melihat peristiwa ini dari dua sudut pandang yang berbeda. Para penentang menyatakan bahwa kasus kacang kedelai ini telah menunjukkan kegagalan bioteknologi. Mereka memprediksi bahwa banyak hal yang akan terjadi jika protein asing akan memicu reaksi yang berbahaya pada konsumen yang tidak diduga sebelumnya. Sedangkan para pendukung bioteknologi menganggap ini adalah sebuah sejarah kesuksesan karena sistem yang mereka ciptakan telah berhasil mendeteksi bahaya yang dapat ditimbulkan sebelum produk tersebut dapat dipasarkan kepada masyarakat

Pada saat ini banyak ahli menyetujui bahwa produk makanan yang dimodifikasi secara genetik tidak menyebakan menyebarnya reaksi alergi pada tubuh. Menurut laporan terkini dari Asosiasi Medis Amerika, hanya sedikit protein yang dapat memicu munculnya reaksi alergi. Para ilmuwan pun sudah mengenali protein-protein tersebut. Keanehan dari penyebab alergi yang tidak dikenali itu dimana menelusup pada makanan yang telah dimodifikasi secara genetik sangatlah jarang terjadi apalagi di tempat grosir. Pada kenyataannya, suatu saat nanti bioteknologi pasti akan mampu mencegah alergi yang dapat menyebabkan kematian. Para peneliti sekarang sedang bekerja keras untuk menghasilkan kacang dengan sedikit kandungan protein yang dapat mengacaukan atau memberantas reaksi alergi

Dalam hal ini, alergi bukanlah satu-satunya yang diperbincangkan. Beberapa ilmuwan telah berspekulasi bahwa gen resisten anti biotik yang digunakan sebagai tanda pada beberapa tanaman transgenik dapat menyebar melalui penyakit yang disebabkan bakteri oleh bakteri pada manusia. Secara teori bakteri tersebut akan semakin kuat dan sulit diatasi. Untungnya bakteri-bakteri tersebut tidak menyerang gen makanan kita secara reguler dan terus-menerus. Menurut sebuah laporan penelitian pada jurnal sains terkini, hanya ada sedikit kesempatan bagi gen resisten antibiotik untuk berpindah dari tanaman ke bakteri. Bahkan sudah banyak bakteri yang sudah berkembang menjadi gen resisten antibiotik.

Jika anda perhatikan mengenai literatur anti bioteknologi, anda akan banyak mendapat kecaman-kecaman. Berita utama seperti “Makanan Hantu Bisa Menyebabkan Kanker” muncul dimana-mana. Namun sampai saat ini protes-protes tersebut tidak didukung oleh sains. Akademi sains akhir-akhir ini melaporkan bahwa hasil panen bahan pangan transgenik pada pasar sangatlah aman untuk dikonsumsi manusia.

• Kekhawatiran terhadap lingkungan
Seperti yang telah dibahas pada bagian pestisida genetik, telah disebutkan bahwa penelitian akhir-akhir ini telah menyerah atas kekhawatiran tersebut. Hal ini dikarenakan oleh sebuah peristiwa bahwa jagung dari hasil rekayasa bioteknologi telah membunuh sejumlah kupu-kupu monarch. Bagaimanapun juga kekawatiran terhadap lingkungan itu tidak bisa hilang. Salah satu hal yang pasti bahwa perkembangan genetika pada hasil panen terbukti dapat mengembangbiakan bibit super. Seperti gen antibiotik resisten , secara teori dapat menyebar dari tanaman ke bakteri, gen untuk pestisida dan herbisida resisten juga berpotensi menyebar ke bibit. Beberapa hasil panen seperti squash, canola, dan bunga matahari adalah benih-benih yang berhubungan dekat dan perkawinan silang pun sering terjadi sehingga gen dari suatu tanaman bercampur dengan gen tanaman lainnya. Bagaimanapun juga saat ini beberapa ahli memprediksikan jenis eksplosi genetik apapun untuk mengembangkan benih. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengukur kemungkinan bahaya yang timbul dan menemukan cara meminimalkan resikonya.

Potensi kerusakan ekologi yang disebabkan oleh perkembangan bioteknologi hasil panen harus dipertimbangkan secara hati-hati atas untung ruginya. Pertama dan yang paling penting adalah bioteknologi harus mampu mengurangi bahan kimia dalam pestisida. Menurut Pusat Kebijakan Makanan dan Agrikultur nasional petani yang menanam benih kapas bioteknologi pada sekitar tahun 1998 diberi ganti rugi atas pestisida yang mereka gunakan senilai lebih dari satu juta pounds.

Secara keseluruhan bioteknologi tidak membawa kita kedalam bencana ekologi. Bahkan Akademi Sains Nasional akhir-akhir ini telah melaporkan bahwa perkembangan hasil panen produk bioteknologi mempunyai lebih sedikit gangguan pada lingkungan dibandingkan dengan hasil panen tradisional. 

• Regulasi
Bioteknologi bukanlah pioneer yang tidak memiliki kekuatan hukum seperti yang telah kita ketahui. Beberapa agensi yang berbeda telah meregulasi produksi dan pemasaran produk makanan transgenik (makanan yang telah dimodifikasi secara genetik). FDA (Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan) telah meregulasi makanan di pasaran, Departemen Pertanian Amerika mengawasi praktek pertumbuhannya dan agen perlindungan lingkungan mengontrol penggunaan protein B+ dan pestisida lainnya. Pendekatan agensi-agensi ini telah berubah selama bertahun-tahun. Khususnya agensi FDA namun mereka selalu aktif dalam aktifitas panenan.

Pada tahun 1992 yang merupakan awal revolusi bioteknologi, FDA mengumumkan bahwa secara genetik pilihan produk pangan akan diregulasikan menggunakan standar yang sama dengan produk pangan lainnya, tidak lebih dan tidak kurang. Meskipun produk-produk tersebut tidak terlihat oleh hukum, perusahaan produk pangan secara sukarela telah mengkonsultasikan produk yang akan dipasarkan kepada FDA sebelum memasarkan produk-produknya. Pada tahun 2001 agensi mengusulkan pendekatan yang lebih disiplin dan formal. Dengan rancangan aturan bahwa perusahaan akan memberitahukan kepada FDA minimal 120 hari sebelum produk tersebut dipasarkan. Para penyuplai juga harus menyertai bukti bahwa produk baru tersebut tidak lebih berbahaya dari produk lama yang digantikannya.

Di indonesia, telah ada badan hukum POM yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan, badan inilah yang mengawasi kelayakan keamanan dari produk-produk makanan yang beredar di pasaran. Badan ini berfungsi selain sebagai kontrol juga sebagai filter terhadap produk-produk baru, sehingga produk yang beredar di pasaran benar-benar memang produk yang aman untuk dikonsumsi.

Selain dengan adanya badan POM, semua produk pangan yang akan dipasarkan harus memiliki izin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia


Sumber:
Anonim, 2007. Pemetaan Genetika Finger Millet, (online) (F:\B-tech\++ IndoBic – Indonesia Biotechnology Information Centre ++.htm) diakses 24 Februari 2007
Gusyana, Dadang.. 2002. Seberapa Aman Produk Bioteknologi? , (online),
Riskomar, Dedi. 2002. Kelapa Kopyor Dikembangkan Secara “Estate”, (online), (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1002/11/0802.htm, diakses 16 Februari 2007)
Palladino, Michael. A. & Thieman William. J. 2004. Introduction to Biotechnology. San Francisco: Pearson Education, Inc.
tulisan ini diambil dr makalah biotechnology, by: Tika, Eka, Jiny, Iqbal, Tyas  & Nanik ***

Tidak ada komentar:

Copyright by Iqbal Ali. Diberdayakan oleh Blogger.