Salah satu unsur utama dalam kesuksesan pembelajaran kooperatif yang mana berbasiskan kegiatan kelompok siswa, adalah Positive Interdependence (PI) atau
jika diterjemahkan secara bebas yaitu interdependensi positif.
Interdependensi positif (Positive Interdependence/PI) berarti, anggota
kelompok tersebut merasa bahwa mereka adalah satu kesatuan, ibarat di
sungai mereka berenang atau tenggelam bersama-sama. Dengan kata lain,
hal-hal yang membantu salah satu anggota kelompok, membantu mereka
semua, dan hal-hal yang menyakiti salah satu angota kelompok, juga
menyakiti setiap siswa dalam kelompok tersebut.
Salah satu contoh interdependensi positif adalah seperti yang tampak
pada tim olahraga (Jacobs, 1988). Jika salah satu pemain cedera, hal ini
akan merugikan seluruh pemain, namun ketika salah satu pemain sedang
dalam performa yang hebat dan bermain sangat bagus serta mencetak banyak
skor, hal juga akan menguntungkan seluruh anggota tim.
Berikut adalah inti gagasan dalam delapan cara membentuk kelompok
dalam upaya meningkatkan interdependensi positif/PI (Johnson, Johnson
& Holubec, 1993 dalam Jacobs dkk, 1994).
1. Interdependensi Peran (Role Interdependence)
Hyland (1991) memberikan contoh aktivitas yang merupakan penekanan dari peran PI. Kelompok siswa yang terdiri dari 3 siswa pada kenyataannya cukup rumit. Peran dari siswa pertama adalah menggambar, orang kedua bertugas menggambarkan/meneskripsikan gambar tersebut kepada anggota kelompok yang ketiga yang bertugas untuk menggambar ulang tanpa melihat versi aslinya, melainkan dari deskripsi dari rekannya. Pembagian peran ini diurut bergantian sehinga masing-masing anggota kelompok mempraktekkan semua peran yang tersedia.`
Hyland (1991) memberikan contoh aktivitas yang merupakan penekanan dari peran PI. Kelompok siswa yang terdiri dari 3 siswa pada kenyataannya cukup rumit. Peran dari siswa pertama adalah menggambar, orang kedua bertugas menggambarkan/meneskripsikan gambar tersebut kepada anggota kelompok yang ketiga yang bertugas untuk menggambar ulang tanpa melihat versi aslinya, melainkan dari deskripsi dari rekannya. Pembagian peran ini diurut bergantian sehinga masing-masing anggota kelompok mempraktekkan semua peran yang tersedia.`
Aktifitas ini akan merangsang diskusi yang massif diantara siswa no.2 dan no.3, sementara siswa no.1 (sang empunya gambar) mendengarkan dengan seksama untuk melihat bagaimana gambarnya akan sukses disalin oleh kedua temannya. Interdependensi peran adalah cara yang bagus untuk meningkatkan IA, sebab setiap siswa di dalam kelompok memiliki sesuatu untuk dikerjakan demi menyelesaikan tugas kelompok.
Contoh dari aktifitas membaca yang mengundang interdependensi peran adalah pembelajaran resiprokal (pembelajaran timbal-balik) (Cotterall, 1990). Di sini, alur yang dapat dibaca dibagi menjadi potongan-potongan, kelompok siswa memahami/membaca alur dari satu potongan ke potongan berikutnya, dengan demikian siswa akan mengklarifikasi, menemukan gagasan utama, menyimpulkan dan memprediksi.
2. Interdependensi pada Musuh dari Luar (Outside Enemy Interdependence)
Interdependensi pada musuh dari luar berartibahwa anggota kelompok tersebut bekerja sama untuk mengalahkan musuh bersama. Safnil (1991) menawarkan contoh dari kelas ESL di salah satu SMP di Indonesia. Setelah guru memberikan presentasi, kelompok siswa mempelajari materi untuk persipan menghadapi kuis individu. Masing-masing kelompok berkompetisi satu sama lain untuk melihat siapa yang terbaik di antara mereka. Aktifitas ini juga memfasilitasi IA, karena masing-masing siswa bekerja untuk kuis individu.
Interdependensi pada musuh dari luar berartibahwa anggota kelompok tersebut bekerja sama untuk mengalahkan musuh bersama. Safnil (1991) menawarkan contoh dari kelas ESL di salah satu SMP di Indonesia. Setelah guru memberikan presentasi, kelompok siswa mempelajari materi untuk persipan menghadapi kuis individu. Masing-masing kelompok berkompetisi satu sama lain untuk melihat siapa yang terbaik di antara mereka. Aktifitas ini juga memfasilitasi IA, karena masing-masing siswa bekerja untuk kuis individu.
Dalam metode STAD (Student Team Achievment Division) (Slavin, 1990) masing-masing skor kuis yang diperoleh siswadibandingkan dengan nilai rata-rata mereka yang sebelumnya, dan mereka menyumbangkan poin untuk tim mereka berdasarkan, sebaik apa hasil perbandingan nilai kuis mereka dengan nilai rata-rata kuis mereka sebelumnya. Jadi para siswa berkompetisi melawan nulai kuis terakhir mereka sendiri, bukannya melawan siswa yang lainnya. Dengan demikian, siswa yang kemampuannya rendahpun dapat memberikan kontribusi untuk kelompoknya, walaupun kemampuannya tidak setinggi teman-teman sekelasnya yang lain. Dalam STAD, kelompok siswa tidak diperbolehkan untuk bersaing melawan kelompok lainnya, sebagai gantinya, setiap tim yang memiliki cukup poin akan memperoleh pengakuan, tidak peduli sebagus apa prestasi kelompok yang lainnya. Pun demikian, kelompok siswa tidak berlomba antara satu dengan yang lainnya untuk suatu kemampuan/kompetensi yang sukar diukur, melainkan berkompetisi melawan standart tertentu yang telah ada. Ada banyak jalan untuk menjadikan sesuatu sebagai “musuh dari luar” daripada orang. Sebagai contoh, seluruh kelas dapat berusaha keras untuk mencetak skor yang lebih bagus dari rata-rata kelasnya sendiri pada tahun sebelumnya. Atau seluruh sekolah dapat berkompetisi melawan goal yang telah ditentukan. Sebagai contoh, pada sekolah dnegan 500 siswa, “goal” yang ingin dicapai oleh seluruh isi sekolah adalah membaca lebih dari 2000 buku sebagai bacaan tambahan dalam waktu dua bulan. Dengan masing-masing membaca buku yang sesuai dengan tingkat kemampuannya.
4. Interdependensi Sumberdaya (Resource Interdependence)
Satu dari ketergantungan positif yang paling sering digunakan adalah ketergantungan sumberdaya. Kuncinya disini bahwa masing-masing anggota kelompok memiliki sumber daya yang berbeda dimana harus dibagi demi kesuksesan kelompok dalam menyelesaikan tugas. Sumber daya ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya informasi dan sumber daya peralatan. Safnil (1991) memberikan contoh dari interdependensi sumber daya yang berdasarkan informasi. Siswa diwawancari teman sekelompoknya tentang aktifiasnya sehari-hari dalam mengisi waktu luang, kemudian meminta mereka membandingkannya dengan teman yang lain. Atau ditugaskan untuk mewawncarai anggota keluarganya juga tetangganya, kemudian membandingkan kebiasaan mereka, wawancara tersebut bisa dilakukan secara oral maupun tulis. Hall (1992) menjelaskan aktivitas terkait perbedaan informasi mirip seperti di atas. Kuncinya bahwa setiap siswa memiliki info unik, masing-masing siswa harus berbagi info tersebut untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Satu dari ketergantungan positif yang paling sering digunakan adalah ketergantungan sumberdaya. Kuncinya disini bahwa masing-masing anggota kelompok memiliki sumber daya yang berbeda dimana harus dibagi demi kesuksesan kelompok dalam menyelesaikan tugas. Sumber daya ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya informasi dan sumber daya peralatan. Safnil (1991) memberikan contoh dari interdependensi sumber daya yang berdasarkan informasi. Siswa diwawancari teman sekelompoknya tentang aktifiasnya sehari-hari dalam mengisi waktu luang, kemudian meminta mereka membandingkannya dengan teman yang lain. Atau ditugaskan untuk mewawncarai anggota keluarganya juga tetangganya, kemudian membandingkan kebiasaan mereka, wawancara tersebut bisa dilakukan secara oral maupun tulis. Hall (1992) menjelaskan aktivitas terkait perbedaan informasi mirip seperti di atas. Kuncinya bahwa setiap siswa memiliki info unik, masing-masing siswa harus berbagi info tersebut untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Cara lain untuk memelihara interdependensi sumber daya adalah melalui penerapan metode jigsaw (Aronson, 1978; Graney, 1989). Dalam jigsaw, masing-masing anggota kelompok diberi bagian yang berbeda dari suatu bacaan. Kemudian mereka meninggalkan kelompok asal lalu berkumpul bersama anggota kelompom lain yang mendaptkan bagian bacaan yang sama, kelompok baru ini disebut dengan keompok ahli. Tujuan dari kelompok ahli ini yaitu untuk mempelajari bagiannya dengan lebih baik dan lebih mendalam, kemudian bersiap untuk mengajarkannya kepada anggota kelompok asal. Selanjutkan para siswa ini kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang mereka dapat di kelompok ahli kepada teman-temannya di kelompok asal. Pada akhirnya, seluruh anggota kelompom asal akan dapat menguasai seluruh isi bacaan. Satu poin penting yang perlu di camkan dalam jigsaw adalah, bahwa, pembagian bacaan ini harus utuh, maksudnya, bagian tersebut harus dapat dipahami tanpa harus isi bagian yang lainnya. Selain itu jigsaw dapat meningatkan IA, sebab masing-masing siswa akan mengajarkan bagiannya kepada teman kelompoknya (Kagan, 1992; untuk versi jigsaw yang lebih fleksibel).
Contoh interdependensi sumber daya yang berdasarkan pada peralatan adalah pada proses sswa menyusun jarring-jaring kata, atau disebutjuga jarring-jaring semantic (Semantic webs, Kagan, 1992), masing-masing siswa memiliki pensil warna atau spidol yang berbeda-beda. Dengan memberikan siswa interependensi sumberdaya ini, peluang untuk memberdayakan IA akan terwujud.
5. Interdependensi Fantasi (Fantasy Interdependence)
Kadang, pelajaran menjadi lebih menyenangkan dan memikat hati, ketika siswa diberi tugas untuk memikirkan sesuatu yang tidak nyata. Interdependensi fantasi mendukung konsep tersebut. Anggota kelompok berpura-pura berada dalam era yang berbeda (misalnya tahun 2020) atau di tempat yang lain (misalnya di brazil) atau menjadi orang lain (misalnya pejuang kemerdekaan) atau bahkan menjadi makhluk lain, bukan lagi manusia (misalnya ikan yang dapat berbicara). Mereka kemudian melakukan sesuatu untuk mendapatkan tujuan mereka dalam situasi imajiner yang mereka khayalkan.
Bermain peran/role plays (Ladousse, 1987) mungkin mempromosikan interdependensi fantasi ini. Sebagai contoh, siswa dapat berpura-pura sebagai pengunjung yang berasal dari planet lain, setelah mereka kembali ke planetny masing-masing, mereka bertugas untuk menjelaskan apa pengalaman mereka di bumi. Contoh yang lain, misalnya siswa berpura-pura bahwa dirinya disponsori sekolah untuk melakukan perjalanan keslah satu tempat di seluruh dunia yang dia inginkan, tugasnya adalah menyiapkan penelitian di tempat yang akan dia tuju. Bagaimana mungkin IA dapat diberdayakan pada dua aktifitas di atas?
6. Interdependensi Identitas (Identity Interdependence)
Interdependensi identitas memerlukan pemberdayaan anggota kelompok untuk menekankan suatu identitas umum. Seperti layaknya tim dan klub olahraga, mereka memiliki nama, cara jabat tangan, lagu, yel-yel banner dan lain sebagainya, bagitu juga untuk kelompok belajar. Identitas ini bisa bersifat umum atau spesifik pada bab tertentu. Sebagai contoh, kelompok siswa dari mata pelajaran bahasa ingris untuk sains dan teknologi, untuk nama kelompok, mereka dapat mengambil nama dari seorang penemu terkenal (misalnya “Sang Edison”, dengan meletakkan gambar Edison di banner mereka) atau nama temuan (misalnya “si mesin uap”) atau mengambil nama dari sebuah proses penting (misalnya “fotosintesis”, mungkin dengan logo bergambar pohon dan matahari).
Kadang, pelajaran menjadi lebih menyenangkan dan memikat hati, ketika siswa diberi tugas untuk memikirkan sesuatu yang tidak nyata. Interdependensi fantasi mendukung konsep tersebut. Anggota kelompok berpura-pura berada dalam era yang berbeda (misalnya tahun 2020) atau di tempat yang lain (misalnya di brazil) atau menjadi orang lain (misalnya pejuang kemerdekaan) atau bahkan menjadi makhluk lain, bukan lagi manusia (misalnya ikan yang dapat berbicara). Mereka kemudian melakukan sesuatu untuk mendapatkan tujuan mereka dalam situasi imajiner yang mereka khayalkan.
Bermain peran/role plays (Ladousse, 1987) mungkin mempromosikan interdependensi fantasi ini. Sebagai contoh, siswa dapat berpura-pura sebagai pengunjung yang berasal dari planet lain, setelah mereka kembali ke planetny masing-masing, mereka bertugas untuk menjelaskan apa pengalaman mereka di bumi. Contoh yang lain, misalnya siswa berpura-pura bahwa dirinya disponsori sekolah untuk melakukan perjalanan keslah satu tempat di seluruh dunia yang dia inginkan, tugasnya adalah menyiapkan penelitian di tempat yang akan dia tuju. Bagaimana mungkin IA dapat diberdayakan pada dua aktifitas di atas?
6. Interdependensi Identitas (Identity Interdependence)
Interdependensi identitas memerlukan pemberdayaan anggota kelompok untuk menekankan suatu identitas umum. Seperti layaknya tim dan klub olahraga, mereka memiliki nama, cara jabat tangan, lagu, yel-yel banner dan lain sebagainya, bagitu juga untuk kelompok belajar. Identitas ini bisa bersifat umum atau spesifik pada bab tertentu. Sebagai contoh, kelompok siswa dari mata pelajaran bahasa ingris untuk sains dan teknologi, untuk nama kelompok, mereka dapat mengambil nama dari seorang penemu terkenal (misalnya “Sang Edison”, dengan meletakkan gambar Edison di banner mereka) atau nama temuan (misalnya “si mesin uap”) atau mengambil nama dari sebuah proses penting (misalnya “fotosintesis”, mungkin dengan logo bergambar pohon dan matahari).
7. Interdependensi Penghargaan (Reward Interdependence)
Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk meningkatkan PI yaitu dengan pemberian penghargaan atau hadiah. Bisa berupa hadiah yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri (instrinsic reward), seperti kenyamanan dalam proses belajar atau kesenangan ketika bekerjasama dengan siswa lainnya dan menjadi lebih mengerti. Atau bisa juga hadiah secara ekstrinsik, misalnya saja pemberian nilai, pengakuan dari guru dan teman-temannya di kelas, sertifikat atau penghargaan lainnya. Di sini, pastinya IA juga berlaku. Misalnya saja siswa bekerjasama untuk membuat sebuah produk, reward yang sama diberikan kepada seluruh anggota kelompok. Mungkin hal ini terlihat tidak adil, sehingga perlu adanya pengawasan sampai diketahui siswa mana yang memerikan kontribusi paling banyak yang layak mendapatkan penghargaan lebih daripada teman-temanya yang lain.
Salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk meningkatkan PI yaitu dengan pemberian penghargaan atau hadiah. Bisa berupa hadiah yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri (instrinsic reward), seperti kenyamanan dalam proses belajar atau kesenangan ketika bekerjasama dengan siswa lainnya dan menjadi lebih mengerti. Atau bisa juga hadiah secara ekstrinsik, misalnya saja pemberian nilai, pengakuan dari guru dan teman-temannya di kelas, sertifikat atau penghargaan lainnya. Di sini, pastinya IA juga berlaku. Misalnya saja siswa bekerjasama untuk membuat sebuah produk, reward yang sama diberikan kepada seluruh anggota kelompok. Mungkin hal ini terlihat tidak adil, sehingga perlu adanya pengawasan sampai diketahui siswa mana yang memerikan kontribusi paling banyak yang layak mendapatkan penghargaan lebih daripada teman-temanya yang lain.
8. Interdependensi Lingkungan (Environmental Interdependence)
Kadang-kadang, Anda mengharapkan kelompok siswa dapat bekerja bersama dalam menyelsaikan tugas yang diberikan, akan tetapi mereka duduk berjauhan atara satu dengan yang lainnya, yang mungkin karena masing-masing siswa dalam kelompok tersebut takut atau ragu untuk bergaul satu sama lainnya. Disinilah peran dari tipe PI yang terakhir yaitu interdependensi lingkungan. Interdependensi lingkungan tidak mengharuskan siswa untuk bekerja bersama dalam proyek recycle. Sebagai gantinya interdependensi lingkungan berarti antara satu siswa dengan lainnya posisinya sangat dekat sampai mereka bisa berkolaborasi. Ini berate mengabaikan konsep juga penting jika dapat mendekatkan siswa “antar mata ke mata” dan “antar lutut ke lutut” kondisi ini membuat siswa-siswa tadi lebih mudah dalam membangun komikasi satu sama lain dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Sebagaimana ungkapan “ anggota kelompo harus saling berdekatan hingga mereka dapat mencium bau satu sama lainnya”.
Kadang-kadang, Anda mengharapkan kelompok siswa dapat bekerja bersama dalam menyelsaikan tugas yang diberikan, akan tetapi mereka duduk berjauhan atara satu dengan yang lainnya, yang mungkin karena masing-masing siswa dalam kelompok tersebut takut atau ragu untuk bergaul satu sama lainnya. Disinilah peran dari tipe PI yang terakhir yaitu interdependensi lingkungan. Interdependensi lingkungan tidak mengharuskan siswa untuk bekerja bersama dalam proyek recycle. Sebagai gantinya interdependensi lingkungan berarti antara satu siswa dengan lainnya posisinya sangat dekat sampai mereka bisa berkolaborasi. Ini berate mengabaikan konsep juga penting jika dapat mendekatkan siswa “antar mata ke mata” dan “antar lutut ke lutut” kondisi ini membuat siswa-siswa tadi lebih mudah dalam membangun komikasi satu sama lain dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Sebagaimana ungkapan “ anggota kelompo harus saling berdekatan hingga mereka dapat mencium bau satu sama lainnya”.
Sumber:
Jacobs, G.M. (1988). Cooperative goal structure: A way to improve groupactivities. ETL Journal, 42, 97-101.
Johnson, D.W., Johnson, R.T., & Holubec, E.J. (1993). Circles of learning. (4th edition). Edina, MN:I Interaction Book Company.
Kagan, S. (1992). Cooperative learning. San Juan Capistrano, CA: Resources for Teachers.
Jacobs, G.M. (1988). Cooperative goal structure: A way to improve groupactivities. ETL Journal, 42, 97-101.
Johnson, D.W., Johnson, R.T., & Holubec, E.J. (1993). Circles of learning. (4th edition). Edina, MN:I Interaction Book Company.
Kagan, S. (1992). Cooperative learning. San Juan Capistrano, CA: Resources for Teachers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar