Mungkin menjadi suatu hal yang basi ketika membicarakan tentang kontroversi
UAN sebagai alat evaluasi hasil belajar siswa di SMA. Tapi saya ingin
bercerita tentang fenomena yang saya temukan terkait dengan UAN ini.
1. Gaya belajar siswa kelas 3; seolah pembelajaran siswa (apalagi di semester 2) bukan lagi bagaimana memahami konsep ilmu pada
masing-masing pelajaran, tetapi menurut saya malah mirip bagaimana
caranya mengerjakan soal. semua perhatian tertuju pada ujian akhir ini.
Sehingga, banyak guru yang menyuapi siswa-siswa dengan latihan soal,
latihan soal dan latihan soal. Guyonannnya, siswa yang lulus UAN bukan
siswa yang menguasai konsep, tapi siswa yang menguasai soal.
2. Beban mental siswa; suatu fenomena yang terjadi duluu sekali sewaktu saya mengajar (PPL-S1), saya hampir kehilangan 80% waktu
pembelajaran, dikarenakan siswa kelas 3 meminta ijin untuk masuk kelas
dan meminta maaf serta doa restu kepada guru dan adik-adik mereka di kelas 1
dan 2. setelah selesai pelajaran saya coba tanya perasaan mereka, dan
mereka bercerita memang ada rasa nervous dan khawatir, padahal ketika
saya tanya track record nilai mereka tidak pernah dibawah 7,5.
3. Ujian Nasib; tidak sedikit siswa yang menganggap UAN tidak hanya
sekedar Ujian kognitif saja, tetapi juga ujian nasib, mengaca pada
pendahlu mereka, siswa yang biasanya pandai bisa tidak lulus, sedang
yang biasanya bengal malah nilainya tinggi, (nasiiiib-nasiiib)
4. UAN hanya mengukur kognitif siswa, padahal aspek yang mestinya
menjadi dasar penentu lulus-tidaknya peserta didik, tidak cukup hanya
kognitif.
Namun bagaimanapun, saya sebagai pribadi menganggap UAN ini sebagai
ikhtiyar pemerintah untuk memajukan mutu pendidikan bangsa ini. Semoga
saja, beberapa hal di atas bisa menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara
pendidikan ke depan, sehingga bisa terus memperbaiki sistem pendidikan
di Indonesia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar