Renungan ringan tapi sarat makna. Renungan ini saya dapatkan ketika mengikuti pengajian rutin mingguan. Dikisahkan, seorang anak yang polos bertanya kepada papanya,
“Pa, kira-kira bisa tidak ya, kalau seumur hidup kita tak pernah sekalipun berbuat kemaksiatan kepada Allah?”
Si papa cukup kaget dengan pertanyaan anaknya yang masih polos ini, cukup lama sang papa memutar otak mencari jawaban yang pas untuk pertanyaan ‘sulit’ dari anak laki-lakinya ini. Akirnya sang papa menjawab,
“Wah kayaknya gak mungkin nak (sambil mengingat kemaksiatan-kemaksiatan yang pernah dilakukannya) susaaaaah banget kalau seumur hidup gak bermaksiat sama sekali”
si anak mengerutkan dahi, lalu bertanya lagi (namanya juga anak-anak),
“Kalau satu bulan aja tanpa kemaksiatan, bisa gak pa?”
Sang papa tidak menyangka anaknya akan bertanya demikian, akhirnya ia pun menjawab dengan jujur (berdasarkan pengalamnnya), demi pendidikan buat anak sendri, pikirnya. Ia menjawab,
“Masih gak mungkin nak, susah lo sebulan tanpa kemaksiatan samasekali, papa aja gak bisa demikian itu.”
Kembali sang anak bertanya: ”Kalo seminggu pa?”
Papa: “Masih susah nak, setan itu dimana-mana (sang papa berkilah)”
Anak: “Gimana kalau sehari?”
Papa: “Kayaknya juga masih susah nak”
Anak: “Kalau se-jam pa?”
Papa: “Sebenernya bisa aja, tapi harus bersungguh-sungguh itu. Emmmmm masih susah juga…..”
merasa jawaban papanya masih agak berat, si anak kembali bertanya,
“Kalau semenit?”
Papa: “Naaah, kalo semenit itu bisa nak, tapi dengan catatan, harus bener-bener berusaha dengan sungguh-sungguh (dengan lagak menceramahi)”
Si anak lalu berbicara dengan polos:
“Pah-pah, kalau begitu, aku akan menjadikan setiap menit dari hidupku tanpa ada maksiat sedikitpun, lalu menit-menit itu akan menjadi se-jam tanpa maksiat, lalu jam-jam itu akan menjadi hari tanpa kemaksiatan, terus hari-hari itu akan menjadi bulan tanpa kemaksiatan, kemudian bulan-bulan itu akan menjadi tahun tanpa kemaksiatan, akhirnya tahun-tahun itu akan menjadikan SELURUH HIDUPKU TANPA KEMAKSIATAN”
Sang papa tertegun sekaligus malu, lalu dengan perasaan bangga ia memeluk anaknya dan memuji Allah atas karunia seorang anak yang mengingatkannya untuk selalu berbuat kebajikan.
Semoga bisa menjadi bahan renungan untuk kita semua, terutama untuk diri saya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar